Latest Post

Panen padi pakai mesin di sawah petani di kawasan Kalumbuk Kecamatan Kuranji Padang, Rabu (30/7).

 

Padang, Beritaone—Produksi padi di sejumlah daerah di Sumbar diprediksi terus menurun. Termasuk di Kota Padang.  Seiring menyusutnya luas lahan akibat alih fungsi lahan menjadi permukiman.  Hasil panen kian berkurang karena sejumlah faktor. Mulai serangan hama, pengaruh cuaca hingga gagal panen.

Berkurang atau langkanya padi hasil panen petani di Padang diakui oleh seorang toke beras di Kuranji, M. Epi, 47. “Padi hasil panen petani terus berkurang dari tahun ke tahun.  Sementara permintaan terhadap beras terus meningkat,” ujarnya, Rabu (30/7).

Karena produksi padi sedikit, maka harga di tingkat petani jadi naik. Sekarang Rp400.000 sampai Rp 420.000 ribu per karung gabah basah siap panen. Musim panen sebelumnya hanya Rp 380.000 sampai Rp400.000 per karung.

“Harga naik sedikit dibanding musim panen sebelumnya karena tak banyak padi yang dipanen,” ujarnya.

Walau begitu, Epi mengaku, beras  cukup banyak beredar di pasaran. Karena ada beras impor yang masuk pasar.  Selain itu, sekarang bertepatan dengan turunnya bantuan beras kepada masyarakat penerima bantuan seperti PKH.  Alhasil, stok di masyarakat dan di pasaran relatif cukup.

Tapi Epi tak menampik harga beras lokal atau padi kampung tetap primadona bagi masyarakat. Beras medium seperti IR 42, sokan, anak daro untuk beras premiun ala Sumbar paling laris di pasaran.

Hanya saja, pasokan beras tersebut tidak mencukupi kebutuhan masyarakat. Harga  gabah yang mahal ditambah setelah jadi beras ada yang menyusut pedagang jadi rugi atau untung tipis. Maka dicari akal supaya bisa meraih untung lumayan.

Caranya mencampur beberapa jenis beras yang karakter sama menjadi satu nama. Hal ini sudah biasa dilakukan pengempul atau toke beras. Pembeli pun tidak bisa membedakan keaslian jenis beras yang mereka konsumsi itu dicampur atau murni. Karena komposisinya sudah diatur sedemikian rupa.  (yan)

 


 


Siap panen:  Seorang petani di Kecamatan Kuranji sedang mengusir burung pipit yang memangsa buah padinya, Minggu (27/7). indra


Padang, Beritaone---Musim panen padi di sejumlah daerah di Sumbar akan segera tiba. Saat ini padi petani sudah menguning. Beberapa hari lagi sudah bisa dipanen. Petani berharap harga padi saat panen nanti stabil. Tidak turun dibandingkan musim panen lalu.

Muas, 59, petani di Kalumbuk Kecamatan Kuranji Padang mengatakan, padinya pekan depan panen. Pakai mesin panen. Sudah 6 kali panen ia memanen padi memakai mesin. Karena jauh lebih efisien waktu, tenaga dan biaya. Muas mengaku, kondisi tanaman padinya kini hampir sama dengan tahun lalu.

“Untungnya tidak kena hama wereng. Tapi sekarang banyak burung yang memakan padi. Kalau tidak dihalau bisa mengurangi hasil panen,” ujarnya.

Muas mengatakan, lahan yang digarapnya sekarang seluas kurang dari setengah hektare bukan miliknya tapi disewa. “Tapi sistemnya bagi hasil. Tiap panen, yang punya lahan dapat 1/3 hasil panen sedangkan saya sebagai penggarap 2/3 hasil panen,” ujarnya.

Menurutnya, sistem bagi hasil seperti ini sudah berlangsung turun temurun dari nenek moyang dulu di daerah itu. Sampai kini masih diterapkan karena untung rugi sama-sama dipikul. “Kalau panen gagal maka yang punya lahan tidak akan menerima apa-apa juga,” imbuhnya.

Panen sebelumnya,  aku Muas lumayan hasilnya. Totalnya dapat 25 karung. Sekarung padi gabah basah dihargai Rp 430.000. Setelah dikeluarkan upah panen, upah angkut dan bagi hasil serta biaya sejak mulai menyemai benih, Muas masih bisa menyimpan uang untuk ditabung. “Ya, lumayanlah, buat modal ke sawah berikutnya dan kalau masih sisa ditabung,” ujarnya.

Ia berharap panen sekarang, hasilnya ada peningkatakan dan harga jual gabah juga naik. Sehingga bisa membuat petani bernapas lega dan bisa menikmati hasil jerih payahnya.

“Kami petani berharap kepada pemerintah agar diberi pupuk gratis.  Karena pupuk mahal dan susah pula didapat,” ucapnya. (yan)

Salah satu sungai sumber air PDAM di Padang yang sudah mulai mengering airnya Jumat (25/7).

 

Padang, Beritaone—Musim  kemarau sudah mulai  berdampak kepada ketersediaan air bersih kepada masyarakat.  Sejumlah sungai sebagai sumber air baku PDAM mulai mengering. Walau kadang turun hujan ringan tidak cukup untuk menambah debit air sungai. Hanya pembasah tanah dan tumbuhan saja. Sedangkan rekayasa cuaca sampai kini belum dilakukan pemerintah daerah untuk menciptakan hujan buatan.

Sejumlah sungai di Padang seperti Sungai Ulugadut, Sungai Lubuk Paraku dan Lubuk Minturun mulai mengering. Biasanya air mengalir deras dan cukup besar sekarang kecil mengalir di sela batu-batu besar.

Humas Perumda Air Minum Kota Padang Adhie Zen mengatakan, berkurangnya debit air sungai beberapa pekan ini sudah berdampak kepada pengolahan air PDAM Kota Padang. “Iya, sudah mulai berdampak kepada pelanggan. Bahkan sejumlah kawasan  sudah digilir distribusi airnya supaya semua pelanggan terlayani,” ujarnya, Jumat (25/7).

Dia menyebutkan, sejumlah intake yang sudah menyusut airnya adalah intake Pegambiran atau IPA Gambir, IPA  Paraku dan IPA Paluki Gadut. Sehingga dilakukan distribusi air secara bergilir untuk wilayah Pegambiran, Ampalu, Bypass dan sekitarnya. Kemudian wilayah terdampak yakni Gadut, Jondul dan wilayah sekitarnya.  Untuk pelanggan dan masyarakat di wilayah Jondul dan Pegambiran juga sudah dikerahkan air tangki.

“Sementara untuk wilayah utara yakni Lubuk Minturun dan Gunungpangilun dan sekitarnya masih relatif aman,” ucapnya.

Jika musim kemarau berlanjut debit air sungai juga akan berkurang.  Untuk itu diimbau kepada pelanggan untuk selalu menampung air sebagai cadangan agar aktivitas tetap berjalan lancar.

“Tampunglah air yang masih mengalir dalam wadah yang besar dan dirasa cukup untuk kebutuhan beberapa hari. Kemudian selalu hemat memakai air,” imbaunya.(yan)                                    


 

Ramah di Kantong: Penjual aneka keripik dan oleh-oleh khas Padang di Pasar Raya Padang, samping Balaikota Lama. indra

 

Beritaone, Padang----Keripik singkong identik dengan oleh-oleh Kota Padang.  Mulai keripik polos rasa original, manis dan balado merah maupun pakai cabai hijau. Masih berbahan singkong ada dakak-dakak. Keripik talas, ubi jalar, kentang, keripik pisang, dan lainnya. Aneka keripik ini lazim ditemui di toko oleh-oleh khas Padang. Seperti Toko Oleh-oleh Cristine Hakim, Mahkota, Sutan Pangeran lainnya.

Di toko oleh-oleh ini semua buah tangah khas Padang atau Ranah Minang tersedia. Dikemas rapi dan cantik. Siapkan saja uang semua bisa diborong.

Tapi kalau uang pas-pasan untuk budget oleh-oleh, jangan kecewa dulu. Pergilah ke pasar tradisional. Ada yang jual aneka oleh-oleh serupa. Walau dibungkus sederhana namun rasa tak kalah enak. Harga pun ramah di kantong. Hanya Rp 10 ribu per bungkus ukuran sedang. Tinggal pilih sesuai selera.

Rizki S, 41, warga Padang yang merantau ke Jakarta mengaku sering beli oleh-oleh di pasar tradisional jika hendak berangkat ke perantauan. “Murah, rupa dan rasa tak jauh beda dengan yang djual di toko oleh-oleh,” ujarnya pekan lalu.

Ia sering beli keripik di Pasar Raya Padang tepatnya, di samping Balaikota lama. Selain keripik singkong ia juga suka kue-kue kering tradisional lainnya untuk dibagi-bagikan kepada saudara dan teman-teman kantornya.  

Penjual aneka keripik di samping Balaikota, Ujang mengaku pembeli tak pernah sepi tiap hari. Baik untuk oleh-oleh maupun sebagai cemilan di rumah.

(ind)


 


 Dua anak muda sedang makan di salah satu resto di Basko City Mall Padang,


Beritaone, Padang—Jika dulu pergi ke mall identik dengan shopping. Tapi belakangan terjadi perubahan. Apalagi mall yang dilengkapi kafe resto kekinian dan wahana permainan serta hiburan. Walau ada juga yang belanja, tapi untuk barang-barang tertentu saja. Jika harga dan kualitas barang yang dijual hampir sama atau di atas di toko online, maka orang lebih cenderung beli online.

Apalagi di tengah kelesuan ekonomi, orang lebih menghemat belanja untuk kebutuhan sekunder atau fashion. Mereka ke mall untuk cari hiburan sambil makan dan cuci mata.  Kalangan menengah ke atas, sudah terbiasa makan di mall sambil membawa anak bermain dan istri belanja.

Kalangan menengah ke bawah, paling ingin mencoba saja. Belanja sesuai isi kantong, coba-coba barang tester, selebihnya cuci mata. Anak muda, Gen Z dan milenial memang terbiasa nongkrong di kafe. Kulineran sambil bersantai. Nonton bioskop, main game, bowling dan wahana lainnya.  Kalau sudah tanggal tua, kembali ke “dunia” asal.

Salah satu mall di Kota Padang yakni Basko City Mall yang baru buka akhir Mei 2025 lalu jadi jujukan pengunjung untuk kulineran sambil bermain. Untuk shopping tentunya juga masih banyak. Tapi persentasenya di bawah kulineran.

General Manager Basko City Mall, Robi Wiryawan mengatakan,  tren kunjungan ke mall tersebut, sebesar 25 persen cuci mata, 25 persen main bersama keluarg, 20 persen belanja dan 30 persen makan di kafe resto yang ada.  

“Ya, paling banyak untuk kulineran.  Restoran dengan konsep terbaru di mall ini menjadi daya tarik bagi pengunjung. Belum ada di Sumbar sebelumnya,” ujarnya, Senin (21/7).

Di mall ini cukup lengkap resto kekinian menyajikan menu cepat saji. Mulai aneka es krim, aneka kopi, minuman kekinian, seafood, ayam goreng dan lainnya.  Di malam Sabtu dan Minggu malam ada pertunjukan band lokal di ruang terbuka untuk menghibur pengunjung. (yan)   

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
IKLAN