Sejak ada
mesin pemanen padi, memudahkan petani. Dalam 3 jam, 1 hektare lahan tanaman padi berhasil dipanen.
Gabah basah langsung masuk karung. Lalu diangkut ke penggilingan padi. Semudah
itu. Hemat, waktu, tenaga dan biaya.Namun, teknologi ini kabar pertakut bagi buruh tani atau tukang lambuik padi. Mereka jadi kehilangan pekerjaan.
Senyum semringah terpancar dari wajah Indra, 43, petani di Kelurahan Kalumbuk Kecamatan Kuranji, Padang. Betapa tidak, di saat harga padi mahal, ia panen. Tak banyak memang. Kurang dari 0,6 hektare luas sawahnya. Panen pun terbilang berkurang dibanding musim panen lalu. Cuaca ekstrem dan serangan hama membuat tanaman padinya kurang berkembang. Buahnya kurang lebat. Itupun tetap disyukurinya. “Untungnya sekarang harga padi naik, dan upah panen pun irit karena pakai mesin,” ujarnya di sela panen baru-baru ini.
Panen sebelumnya Indra masih menggunakan tenaga manusia untuk malambuik padi. Untuk luas lahan 0,6 hektare ia mengerahkan sedikitnya 7 orang untuk 2 hari kerja. Karena usia buruh tani rata-rata sudah tua, tenaga berkurang, kerja pun lambat. Tak selesai panen sehari. Upah per orang sehari cukup tinggi Rp 140 ribu. Praktis dua hari panen menghabiskan upah 1.960 ribu. Belum lagi untuk makan siang, snack dan kopi atau teh. Upah pompa padi dan upah angkut. Lebih Rp 2 juta untuk panen saja.
Setelah panen pakai mesin, Indra hanya membayarkan upah Rp 35 ribu per karung. Di luar itu upah angkut Rp 8. 000 per karung plus uang makan pekerja mesin panen Rp 30 ribu. Itu saja. Total waktu panen hanya 2,5 jam. “Jadi iritnya lebih dari 50 persen,” ujar Indra. Panen saat ini harga gabah basah Rp 430 ribu per karung naik Rp 40 ribu dibanding panen lalu Rp 390 ribu per karung. Hasilnya panennya mencapai 22 karung. Lumayan pelepas lelah untungnya. Sisanya buat makan sampai panen berikutnya.
Ia sangat bersyukur sekali mesin panen bisa sampai ke sawahnya walau jauh dari jalan besar. Ini berkat panen serentak para petani di kawasan itu. Panen kali ini mereka sepakat pakai mesin panen. Mengingat makin mahalnya upah dan lamanya waktu panen. “Upah terus naik, tak sebanding dengan hasil panen. Yah, kalau pakai mesin petani diuntungkan, tapi buruh tani jadi nganggur,” ujar Indra. Tapi itulah plus minusnya kemajuan teknologi. Tak bisa dihindari.
Ia berharap pemerintah terus memperhatikan petani. Teknologi modern dan memperbanyak subsidi pupuk dan benih sangat didambakan. “Jika pupuk murah tentu petani akan makin semangat bertani,” harapnya. Apalagi, kata Indra, jika ada program bajak gratis seperti di daerah lain jelas petani akan hepi. Biaya bercocok tanam makin berkurang.
Sementara itu, Ilham pekerja mesin panen di bawah nauangan Jaso Pergaulan Grup bermarkas di Pulai Kecamatan Kototangah mengatakan, sehari panen pakai mesin bisa 100 karung padi. “Kalau mesin panen kecil kapasitas DC 34 ini sehari kita bisa panen 100 karung padi,” ujarnya seraya menunjuk mesin panen yang sedang merontokkan padi di sawah Indra.
Untuk 1 unit mesin panen tersebut butuh 3 orang pekerja. 1 orang operator, 1 orang bertugas mengawasi karung penampung padi dan satu orang lagi berjaga di bawah. Tugasnya mengumpulkan tangkai-tangkai padi yang terserak untuk digilas kembali oleh mesin.
Ilham menyebut, sudah lima tahun bekerja di mesin panen. Upahnya per hari sekitar Rp 150 ribu. “Kalau untuk operator agak besar upahnya. Bisa dapat Rp 300 ribu per hari,” ulasnya. Mereka biasanya bekerja mulai pukul 9.00 sampai pukul 17.00 sore. Berpindah dari areal sawah yang satu ke yang lainnya, masih berdekatan. Istirahat ketika makan siang saja.
Mesin panen tersebut milik M Ababa. Kata Ilham, mesin panen sang induk semang ada 7 unit. 4 unit kapasitas kecil, 1 unit menengah dan 2 unit kapasitas besar bisa memanen 250 karung padi sehari.
Ilham menyebut, mesin-mesin tersebut selalu beroperasi tiap hari. Jangkauannya tidak saja Kota Padang. Tapi sampai ke Dharmasraya, Sijunjung dan daerah lainnya. “Hampir tidak ada kita nganggur. Karena selalu saja ada sawah yang panen. Kalau di Padang belum musim panen kita dapat job di daerah lain,” ujarnya. Untuk yang agak jauh upahnya di atas Rp 35 ribu per karung.
Di Padang, akunya, sudah banyak petani yang memakai jasa mesin untuk panen. Kecuali sawah-sawah yang lumpurnya dalam dan rawa. Mesin panen akan terbenam bisa sawahnya dalam dan berawa. Kendala lain adalah jalan untuk mesin lewat. Jika akses jalan tak ada tentu mesin tak bisa masuk ke sawah yang dipanen. Makanya jalan usaha tani harus diperbanyak agar semua areal pertanian tersentuh teknologi. Adanya akses memudah pengangkutan hasil pertanian ke pasaran.
Sejak ada mesin panen ini, otomatis petani tidak lagi memakai tenaga manual untuk memanen padi. Sehingga mereka jadi kehilangan pekerjaan. Fauzan, 30, salah satunya. Kini ia terpaksa beralih ke pekerjaan lain sebagai kuli bangunan.
(yan)
Posting Komentar