Cabai Merah dan Emas Perhiasan Kerek Inflasi Sumbar


 Masih Mahal: Cabai merah hasil panen petani di Kuranji Padang siap dijual kepada konsumen.


Padang—Bulan Oktober, Sumbar kembali mengalami inflasi. Kenaikan harga cabai merah dan emas perhiasan pada  memicu inflasi Sumbar pada Oktober 2025. Di mana indeks Harga konsumen (IHK) Sumbar pada Oktober mencatatkan inflasi 0,45 persen (month to month/mtm).

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Barat Mohamad Abdul Majid Ikram mengatakan, perkembangan inflasi pada Oktober 2025 dipengaruhi oleh peningkatan harga cabai merah dan emas perhiasan.

“Kenaikan harga cabai merah ini karena terbatasnya produksi lokal serta kelangkaan pasokan dari luar provinsi. Sementara itu, peningkatan harga emas perhiasan sejalan dengan penguatan harga emas acuan global. Di sisi lain, laju inflasi yang lebih tinggi dapat tertahan oleh penurunan hargabeberapa komoditas pangan, khususnyabawang merah,” ujarnya.

Majid memaparkan, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatatkan inflasi 0,47 persen (mtm) dengan andil inflasi 0,16 persen (mtm). Harga cabai merah yang naik hingga 21,76 persen menjadi pemicu meningkatnya inflasi pada kelompok ini, disusul ikan cakalang dan daging ayam ras.

Sementara itu, laju inflasi lebih tinggi dapat tertahan dengan penurunan harga beberapa komoditas pangan, khususnya bawang merah. Membaiknya produksi lokal serta stabilnya pasokan dari sentra nasional membuat harga bawang merah turun 20,58 persen (mtm).

Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya mengalami inflasi sebesar 3,98 persen (mtm), dengan andil 0,21 persen (mtm). Kenaikan didorong oleh peningkatan harga emas perhiasan sebesar 13,99 persen (mtm) sejalan penguatan harga emas global.

Majid melanjutkan, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar juga mendorong inflasi dengan andil 0,03 persen (mtm). Kondisi itu didorong oleh peningnkatan biaya sewa rumah, sejalan dengan berjalannya tahun akademik baru, terutama di perguruan tinggi swasta.

Secara spasial hampir seluruh kabupaten/ kota IHK di Sumatera Barat mengalami inflasi kecuali Kabupaten Dharmasraya. Kota Padang mencatatkan inflasi tertinggi yaitu 0,52 persen (mtm), Kabupaten Pasaman Barat 0,41 persen (mtm), Kota Bukittinggi 0,16 persen. Sementara Kabupaten Dharmasraya mengalami deflasi 0,20 persen (mtm).

“Secara kumulatif, perkembangan harga di Sumatera Barat hingga Oktober 2025 adalah sebesar 3,87 persen (year to date/ytd), melampaui batas atas sasaran inflasi 2,5±1 persen,” ujarnya.

Untuk menekan inflasi, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Barat perlu penguatan strategi stabilisasi harga pangan agar tetap terkendali dan berada dalam rentang sasaran.

Menurut Majid, TPID perlu menjaga kecukupan pasokan di masing-masing daerah, salah satunya dengan memmperkuat kerja sama antar daerah. Kemudian, melakukan intensifikasi gerakan pangan murah (GPM) di lokasi yang tepat sasaran dengan menjual komoditas pemicu inflasi, terutama cabai merah.

Kemudian, memperkuat komunikasi public yang efektif melalui penyebaran informasi jadwal pasar murah (GPM) se-Sumatera Barat melalui berbagai media, baik media massa maupun media sosial. Perlu juga memperkuat koordinasi pengendalian inflasi antar instansi melalui rapat TPID yang lebih intensif di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota.

“Dengan sinergi berbagai pihak yang terus diperkuat, TPID Sumatera Barat optimistis program pengendalian inflasi pangan akan berjalan efektif. Komitmen ini terus dijaga untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam rentang 2,5±1 persen (yoy) pada keseluruhan tahun 2025,” tutupnya. (yan)

Labels:

Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
IKLAN