Latest Post


 Terdampak: Pelanggan PDAM di kawasan Pauh menampung air dari mobil tangki Perumda Air Minum Kota Padang Sabtu (22/11). 

 

Limaumanis, Beritaone—Hujan deras yang melanda Kota Padang dua  hari terakhir berdampak kepada pengolahan air bersih PDAM Kota Padang. Tingkat kekeruhan air sungai yang tinggi menyebabkan air baku tak bisa diolah untuk didistribusikan kepada pelanggan.  Untungnya hanya satu Instalasi Pengolahan Air (IPA) saja yang off, yakni IPA Jawagadut. Sedangkan IPA lainnya tidak terlalu terpengaruh dan tetap beroperasi.

Humas Perumada Air Minum ota Padang, Adhie Zein mengatakan, akibat hujan deras menyebabkan air sungai sangat keruh. “Kekeruhan air sangat tinggi di sungai kawasan Limaumanis yang menyebabkan terganggunya proses pengolahan di IPA Jawa Gadut,” ujarnya tadi malam.

Ia menyebut, stopnya operasional IPA Jawagadut berdampak kepada pelanggan kawasan Limaumanis dan sekitarnya. Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan akan air  bersih, Perumda Air Minum Kota Padang mengerahkan air bersih dengan mobil tangki. “Sudah dua hari terakhir pelanggan yang terdampak kita suplay dengan air tangki,” ujarnya.

Walau hujan terus mengguyur seharian kemarin, namun IPA lainnya tidak terlalu terdampak dan tetap beroperasi. “IPA lainnya untuk sementara masih aman walaupun ada terdampak, tapi tidak terlalu,” ucapnya.

Adhie tak henti mengimbau kepada pelanggan untuk selalu menampung dan mencadangkan air yang masih mengalir.  Sehingga ketika air mati tiba-tiba karena faktor cuaca atau lainnya, pelanggan tidak terkendala dalam aktivas sehari-hari.

Apalagi menurut keterangan BMKG cuaca ekstrem ditandai hujan lebat masih berpotensi sepekan ke depan. Jadi masih belum aman pasokan air  bersih akan tetap lancar seperti biasanya.

Nadia, 225, pelanggan PDAM di Lubukbuaya Padang mengaku,  pasokan air PDAM ke rumah masih lancar dalam dua hari ini. Namun agak sedikit keruh. “Kalau musim hujan agak keruh airnya. Tapi untung masih hidup, jadi masih bisa dimanfaatkan untuk mandi atau mencuci,” ujarnya.

Nadia mengaku selalu punya cadangan air dalam toron untuk stok jika air sewaktu-waktu mati. (yan) 

 

 

 

 

Panen: Indra Fitri, petani cabai di Kelurahan Kalumbuk Kuranji Padang memperlihatkan hasil panen cabainya Sabtu (15/11). 


Menanam cabai sama dengan menaman harapan bagi petani. Cabai ditanam, emas dipanen. Ya, berharap harga cabai mahal saat panen dan bisa dibelikan emas. Itu kalau harga cabai mencapai Rp 100 ribu sekilo. Sekali panen bisa beli beberapa gram emas murni.

Saat tetes embun mulai mengering diterpa sinar mentari pagi, Indra Firti, 50, melangkah ke ladang cabai depan rumahnya. Buah cabai matang merah merona bak gincu wanita seakan tak sabar untuk dipetik. Membuat ibu-ibu ngiler karena harga cabai masih mahal.
Ketika panen Sabtu (15/11), harga cabai berkisar Rp 55 ribu sampai Rp 65 ribu per kilogram di pasaran.
Harga yang cukup membahagiakan bagi petani. Saking senang, hanya dalam hitungan menit, ember Indra telah terisi penuh buah cabai.
Ia beranjak ke pondok kecil pinggir ladang, lalu menuang isi ember.
Untuk memanen cabai ia dibantu istri dan keluarga dekat. Dalam 1 jam saja tiga petak ladang cabai selesai dipanen.
Hasilnya?
"Alhamdulillah, ada 30 kilogram panen hari ini,” kata Indra melepas lelah usai panen.
Sambil bersandar ke tiang pondok, ia menghisap sebatang rokok lalu mengembuskan asap perlahan. Keringat bercucuran di dahinya. Lelah pasti, tapi begitulah bertani.
Indra bercerita, kali ini adalah panen kelima. Hampir puncak masa panen. Lumayan meningkat dari sebelumnya yang hanya Rp 15 kilogram.

“Berapapun hasilnya disyukuri saja, yang penting kita telah berusaha. Rezeki Allah yang menentukan,” ucapnya.
Hasil panen tidak dijual ke pasar. Tapi pembeli langsung datang ke ladang. Yang beli ada tetangga, sanak saudara hingga teman-teman di sosial media.
“Setelah hasil panen terkumpul, biasanya istri saya posting di grub WA, tak lama banyak yang order dan datang menjemput,” tutur Indra.
Pembeli senang selain dapat cabai segar harga juga di bawah harga pasar. Kalau di pasar Rp 55 ribu per kilogram, maka di ladang Rp 53 ribu saja per kilogramnya. Timbangan juga dilebihkan. Kalau bersisa atau sedikit yang beli biasa dititip sama saudaranya yang punya kedai sembako.

Menurut Indra ia eksis menanam cabai karena permintaan yang selalu meningkat di pasaran. Harga cabai  cenderung stabil. Kalaupun turun, sebentar naik lagi.
Walau bertanam cabai itu tak semudah menanam terung, tapi Indra tak pernah patah semangat. Sering gagal, bibit tak tumbuh baik, gagal panen, ia tak pernah menyerah.

“Kadang istri saya protes, sudah habis banyak modal, eh malah gagal panen. Jelas rugi. Tapi saya tetap coba lagi, belajar dari kegagalan. Ganti bibit, ubah pola dan jenis pupuk serta obat pembasmi hama. Alhamdulillah berhasil lagi,” tuturnya.

Modal untuk betanam cabai tidaklah murah. Butuh perawatan eksrta. Untuk tiga petak ladang sekitar 1.000 meter persegi, Indra sudah menghabiskan uang sekitar Rp 5 jurta. Mulai beli bibit, pupuk dan obat pembasmi hama. Belum masuk upah garap lahan dan beli mulsa penutup petak ladang dari tumbuhnya gulma.

“Modalnya memang banyak karena butuh banyak pupuk dan obat pembasmi hama,” jelasnya.

Tanaman cabai juga gampang terpengaruh cuaca. Kalau banyak hujan buahnya akan busuk. Musim kemarau jadi meranggas. Harus disiram tiap hari agar tak mati. Salah perawatan atau kurang pupuk daunnya keriting dan tak berbuah.
Tapi kalau panen berhasil modal bisa kembali. Sebagian uang disimpan atau dibelikan emas untuk modal musim tanam berikutnya.

Pupuk Turun
Tananam cabai selain rewel, banyak pantangan juga doyan makan alias banyak makan pupuk. Butuh beragam pupuk, mulai bibit cabai disemai hingga dipindahkan ke petak-petak ladang sampai berbuah dan dipanen.
Indra memakai pupuk kristal dan pupuk cair. Antara lain Ponska, Kcl, NPK Mutiara dan lainnya. Menurutnya, pupuk-pupuk tersebut berfungsi untuk pertumbuhan batang dan buah. Pemupukan dan penyemproran hama minimal 1 x 4 hari.
Saat ini, harga pupuk turun. Indra bisa bernapas lega. Berkurang biaya untuk beli pupuk.
“Lumayan banyak turun harganya. Sebelumnya 1 karung berat 50 kg harganya Rp 150 ribu sekarang turun jadi Rp 90 ribu,” ujarnya.

Indra bersyukur, pemerintah sekarang propetani dengan menurunkan harga pupuk. Karena kesulitan petani selama ini mahalnya harga pupuk. “Sudahlah mahal, langka lagi,” tutur pria berambut lurus itu.
Ia berharap pemerintah terus membuat kebijakan yang menguntungkan petani.

“Kalau dapat semua jenis pupuk diturunkan harganya dan permanen. Termasuk obat pembasmi hama,” harapnya.

Indra juga merasa terbantu karena sekarang sudah banyak alat pertanian modern seperti mesin bajak lahan mesin panen padi. Bisa menghemat waktu, tenaga dan biaya.

Bertani untuk Hidup
Sebelum jadi petani, Indra jadi tukang bangunan. Menerima upah mingguan. Tapi karena usia mulai menua tenaga berkurang. Badan mulai sakit-sakitan. Lalu ia banting stir jadi petani. Untungnya ada lahan sendiri milik keluarga istri.
Selain bertanam padi, ia belajar otodidak menanam cabai.
“Saya belajar sendiri, tanya sama petani yang sudah berpengalaman dan searching di internet. Pokoknya berani mencoba dan tak pasrah kalau gagal,” ucapnya.
Belakamgan Indra juga menambah aeral tanaman cabainya.

“Ada juga tiga petak yang mau ditanam, diperkirakan panen saat momen Idul Fitri nanti. Biasanya saat hari raya harga cabai mahal,” ucapnya.

Bertanam cabai secara estafet, penghasilan Indra terus nyambung. Ia pun tidak pernah nganggur.
Namun yang pasti, dengan bertani ia tidak akan kelaparan. Minimal cabai dan beras tidak beli karena ia juga menanam padi.
Di petak ladang ia juga menanam sayur dan bumbu dapur . Ada kacang panjang, terung, daun singkong, kangkung, pucuk ubi jalar, oyong, pare hingga kunyit, jahe dan lainnya. Semua itu untuk konsumsi sendiri. Karena ditanam sedikit di ujung petak ladang.

“Selagi kita rajin menanam, kita tidak akan kekurangan bahan masakan,” ucapnya.

Indra menjalani filosofi hidup sederhana saja. Bertani untuk kelangsungan hidup. Bisa makan tiga kali sehari dan tidur nyenyak itu sudah cukup.  Walau di luar sana orang berlomba-lomba menumpuk harta, ia santai saja. Baginya kalau sudah rezeki tidak akan lari ke mana.  (yan) 

Keripik: Yarni, menawarkan keripik singkong dagangannya kepada pengunjung Pasar Bandaaie Pasie Nantigo, Kecamatan Kototangah, Padang, Minggu (9/11).

Padang, Beritaone--Di tengah hiruk pikuk pasar, penjual keripik singkong berusaha menarik perhatian pembeli.  Dagangannya ia tarok dalam baskom di pinggir jalan dalam pasar. Penyuka keripik singkong pasti tergoda untuk membeli. Penjual, Yarni, 45, ramah menawarkan dagangannya kepada semua orang yang lalu lalang.

“Belilah Buk, keripiknya enak, renyah dari Kasang,” rayunya di  Pasar Bandaaie Pasie Nantigo, Kecamatan Kototangah, Padang, Minggu (9/11).   Tak banyak yang tahu bahwa keripik singkong yang  singkongnya asal Kasang Kabupaten Padangpariaman terkenal enak, renyah dan tidak keras. Keripik balado oleh-oleh khas Padang yang dijual di pusat oleh-oleh di Kota Padang umumnya memakai singkong asal daerah tersebut.

Kripik singkong beda tipis dengan kripik balado. Bedanya terletak pada pengolahan dan pemberian bumbu. Kripik balado bumbunya cenderung manis karena diberi gula. Tapi kripik singkong yang dijual Yarni, cabainya tidak pakai gula, jadi terasa pedas gurih dan original.

 Walau dijual di pasar tradisional dan dijajakan kelilling kampung, namun keripiknya enak dan renyah. Ia menjual tiga jenis keripik singkong, yakni rasa original, balado dan keripik ubi kayu serundeng.

“Saya jualan di Pasar Bandaaie ini, rutin Sabtu-Minggu, kadang-kadang juga hari Rabu,” tutur Yarni, sambil menyodorkan taster keripik singkong  balado.

Sebungkus kira-kira berat ½ kilogram harganya Rp 10 ribu saja. Kalau beli dua dapat diskon Rp 2 ribu. Jika sudah langgananan Yarni kasih harga spesial 2 bungkus Rp 15 ribu. Kalau lagi ramai, keripik singkongnya bisa laku 50 bungkus sehari. Sebagian stok ia titip di warung. Habis di karung ia akan ambil yang di warung.

“Saya jualan keliling sampai ke Padang. Ke sekolah-sekolah. Alhamdulillah banyak guru-guru yang beli,” tuturnya.

Yarni mengaku mulai berjualan keripik keliling baru tiga bulan, habis lahiran. Karena duit lagi sulit sementara kebutuhan rumah tangga terus meningkat, ia inisiatif untuk mencari nafkah.

“Keripik ini saya ambil dari orang lain. Bukan saya yang bikin.  Dapat persenan dari setiap bungkus yang terjual,” ujarnya. Yarni mengaku penghasilannya setiap berjualan tak menentu.  

“Kadang dapat Rp 100 ribu, lumayanlah,” akunya. (yan)

 


 

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
IKLAN